Theofilia Bremwell Verdina
Teologi 2007, Universitas Kristen Duta Wacana
Laporan Kegiatan Pra-Stage (Juni-Juli 2009) di Panti Werda Kristen Hana Ciputat
Ini adalah kegiatan pra-stage pertama saya. Pada pra-stage petama ini, saya memilih untuk menjalani pra-stage di lembaga. Badan Bina Pengerja (BBP) kemudian menempatkan saya di Panti Werda Kristen Hana Ciputat.
ü Gambaran Deskriptif Mengenai PWK Hana Ciputat
Panti Werda Kristen (PWK) Hana sudah berdiri selama 33 tahun. Panti werda ini merupakan perumahan milik GKI (Gereja Kristen Indonesia) yang khusus didirikan untuk melayani para lanjut usia dalam terang kasih Kristus. Gagasan pendiriannya sendiri berawal dari ide pasangan suami istri Tan Ngo Liong pada pernikahan perak mereka tahun 1958. Gagasan tersebut kemudian disambut oleh GKI Samanhudi dengan membentuk panitia pencari dana
Lingkungan di dalam PWK Hana sangat asri.
Selain menyediakan tempat tinggal yang nyaman serta makanan yang cukup bagi oma-opa, panti ini juga memiliki beberapa sarana pelayanan dan fasilitas, yaitu :
· Tersedia sarana ibadah dan hiburan
· Sarana musik, angklung
· Sarana kesehatan poliklinik dan ruang rawat khusus bagi yang sakit. Selain itu ada pelayanan kesehatan keliling (ke AB,
· Kegiatan di waktu luang seperti : senam, persekutuan doa (doa pagi dan doa malam), latihan paduan suara, sekolah cinta kasih
· Tersedia sebuah lahan kecil bagi oma-opa yang senang bercocok tanam
ü Kegiatan yang Dilakukan
Kegiatan yang saya lakukan adalah mengobrol dengan oma-opa (walaupun bukan obrolan dua arah biasa karena saya lebih banyak mendengarkan cerita mereka), menjenguk yang sakit serta mendoakannya, memimpin doa malam, memimpin doa pagi, memimpin doa makan setiap hari, mengiringi baik ibadah minggu maupun ibadah pagi, mengiringi vocal group oma-oma yang dikoordinatori oleh oma Retno (saat mereka hendak mengisi di suatu acara), mengikuti senam pagi, mengikuti setiap acara kebersamaan atau doa pagi yang diadakan oleh gereja-gereja yang melayani ke PWK Hana. Saya dengan Martinus pun bersama membuat acara kebersamaan yang di dalamnya tercakup tidak hanya permainan-permainan tapi juga pembagian kenang-kenangan bagi oma opa yang berulang tahun bulan itu.
Ada pula kegiatan yang saya lakukan di luar kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kerohanian, yaitu membantu membagikan makanan saat jam makan, membantu mencuci piring setiap habis makan, selain itu hampir setiap pagi saya juga membantu menjemur pakaian oma-oma yang dicuci oleh karyawan, membantu mendorong kursi roda oma-oma dari gereja ke ruang sakit jika acara di gereja telah selesai, membantu oma-oma jika memang mereka memerlukan pertolongan saya (misal, menarikkan gorden bagi oma Rahel jika ia ingin istirahat siang, membelikan titipan makanan yang mereka minta untuk dibeli, mengantar ke warung depan, menemani bermain organ di gereja, bermain congklak, dan hal-hal lainnya). Saya juga rutin mengunjungi ruang sakit. Di ruang sakit ini, yang saya lakukan adalah menghibur mereka.
ü Hal-hal yang Dipelajari Pada Masa Pra-Stage
ini saya aktif melakukan pelayanan di jemaat, namun ada banyak hal baru yang saya temui saat pelayanan di PWK Hana ini yang tidak saya temui saat saya melayani di jemaat. Pastinya saya belajar untuk lebih banyak mendengar sangat sedikit bicara. Sekalinya bicara pun harus benar-benar kata-kata yang mengena, yang menguatkan, yang netral (jika yang sedang dibicarakan itu mengenai perseteruan). Dalam menghadapi oma-opa, saya belajar sabar. Kadang saya harus mendengar kata-kata yang seharusnya tidak diucapkan namun mereka ucapkan saat mereka sedang kesal. Selain itu meghadapi cara mereka menolak makanan yang mereka tidak mau mereka makan juga dibutuhkan kesabaran, karena ada oma yang menolak dengan kasar makanan yang dibagikan. Sabar untuk mendengarkan mereka bercerita pun sangat diperlukan. Pernah waktu itu saya mendengarkan seorang opa bercerita hingga 45 menit! Selain belajar lebih banyak mendengar dan sabar, saya juga belajar “ngemong”, belajar menghadapi setiap kasus pertengkaran yang terjadi di oma-opa dengan kepala dingin, belajar menahan diri untuk tidak terlalu cepat memberikan pernyataan yang justru akan lebih menyulut pertengkaran, belajar bagaimana menghadapi oma-opa yang sedang mengalami krisis iman (misal, ketika mereka mempertanyakan “kenapa Tuhan tidak mengabulkan doa saya?”, “mengapa saya terus menerus sakit?”, atau dengan sikap protes kepada Tuhan tidak mau ke gereja dan juga tidak mau mengikuti segala kegiatan doa).
Selain belajar hal-hal yang berhubungan dengan oma-opa seperti di atas, saya pun belajar menjadi pendengar yang baik bagi karyawan. Terkadang mereka curhat pada saya tentang teman sekerja yang “menyebalkan”, tentang pengurus, tentang keluarganya. Dalam hal ini pun saya perlu berhati-hati dalam menanggapi curhatan mereka apalagi yang berhubungan dengan teman sekerja atau pengurus. Disadari atau tidak sebenarnya baik penghuni panti (oma-opa), karyawan, maupun pengurus memiliki “gank” sendiri-sendiri. Saya belajar untuk menjadi pihak yang netral dalam bergaul di antara “gank-gank” tersebut. Biasanya saya menanggapi curhatan mereka, terutama untuk teman sekerja yang menyebalkan atau pengurus, dengan tertawa atau tersenyum.
ü Usul untuk Badan Pelayanan
o Saya mengusulkan pembimbing spiritual bagi oma-opa yang rutin berkeliling mendatangi mereka, misal seminggu tiga kali. Lebih baik lagi jika pembimbing-pembimbing tersebut tidak berganti-ganti orang. Jadi mereka memang pembimbing-pembimbing tetap. Pembimbing pun harus menciptakan kedekatan yang baik dengan oma-opa, sehingga mereka mau bercerita banyak bahkan tentang krisis iman yang mereka rasakan.
o Sebaiknya diadakan perayaan atau acara kebersamaan bagi ultah oma-opa satu bulan satu kali. Diberikan kenang-kenangan bagi mereka yang berulang tahun di bulan itu. Menurut pengalaman saya mengadakan acara kebersamaan itu, sepertinya oma-opa cukup senang apalagi saat menerima kenang-kenangan tersebut. Mereka merasa masih diperhatikan peringatan pertambahan usia mereka itu.
o Pemimpin doa malam sangat dirindukan oleh opa-opa. Walau jumlah pengikut doa malam lebih sedikit di opa-opa disbanding dengan oma-oma, namun mereka sungguh menginginkan orang yang dapat membimbing mereka secara rutin dalam doa malam.
ü Refleksi
Saat pertama mengetahui bahwa saya ditempatkan di panti werda, saya sempat takut tapi ada juga semangat yang saya rasakan karena keingintahuan saya akan pelayanan di panti werda. Saya merasakan perasaan-perasaan itu karena pelayanan di panti werda Hana ini merupakan pelayanan pertama saya ke oma opa. Sebelumnya saya belum pernah pelayanan ke oma opa di panti werda. Selama ini saya melayani anak dan remaja. Pengalaman menarik terakhir, saya melayani anak jalanan di
Tanggal 3 Juni 2009, saya tiba di panti werda Hana. Kesan pertama yang saya dapat adalah tempat yang bersih dan teduh. Menurut saya saat itu tentu oma opa yang tinggal di panti ini merasa nyaman. Saya berkata dalam hati “semoga saya juga betah di sini dan dapat melakukan pelayanan dengan penuh sukacita”. Dengan hati yang mantap saya pun sudah memulai pelayanan di hari itu juga.
Pertama kali saya mengunjungi oma-oma di asrama baru. Oma-omanya ramah. Saya tidak mengalami kesulitan berkenalan dengan mereka. Mereka menyambut saya dengan baik. Keadaan tampak baik-baik saja. Waktu itu saya pun sudah mengobrol banyak dengan oma Dewi. Dia menceritakan keluarganya dan bagaimana dia bisa sampai di werda ini. Hari itu saya hanya ke asrama baru. Berusaha mengingat-ingat nama oma-oma di asrama baru. Belum ada hal-hal atau cerita-cerita lebih yang saya dapatkan.
Ternyata hal itu tidak berlangsung lama. Keesokan harinya, bahkan pagi-pagi, saya sudah mendapatkan cerita-cerita yang tidak menyenangkan. Pagi itu saya mendapat cerita dari oma Eni dan oma Dewi tentang oma yang tidak disukai, oma Titin. Segala keburukan pun diceritakan. Awalnya memang saya merasa risih dengan cerita-cerita seperti itu. Namun saya berusaha menjadi pendengar yang baik dan bersikap netral. Saya tidak memberikan tanggapan yang berarti terhadap cerita-cerita seperti itu. Waktu untuk makan pagi pun tiba. Saya menjadi “rebutan”. Sempat bingung juga menghadapinya karena saya tidak mau dianggap membela salah satu kubu karena duduk di dekat kubu tersebut. Selesai sarapan, saya mencari mba Rida untuk mendapatkan solusi dari masalah “rebutan” tadi. Beliau memberikan saran kepada saya agar saya tetap punya pendirian sendiri. Dalam hal “rebutan” ini, tidak perlu merasa tidak enak pada oma-oma tersebut. Tidak apa-apa jika saya menentukan tempat duduk saya sendiri. Tidak perlu menuruti mereka. Saya pun menyimpan baik-baik masukan ini dan mulai menerapkannya di jam-jam makan selanjutnya.
Keesokan harinya, saya berkenalan dengan oma-oma di asrama lama dan juga oma-oma yang ada di ruang sakit. Saya agak kesulitan memulai suatu komunikasi yang lancar dengan oma-oma asrama lama. Mereka tidak seterbuka oma-oma di asrama baru. Akhirnya komunikasi hanya sekedar perkenalan biasa. Selebihnya saya hanya diam mengikuti pembicaraan mereka saja. Lalu saya juga berkenalan dengan beberapa opa. Beberapa hari kemudian saya berkenalan juga dengan oma-opa di graha.
Hari-hari selanjutnya saya isi dengan berkeliling dan mendengarkan cerita oma-opa. Tidak semua oma memang bercerita panjang lebar tentang kehidupan mereka. Terkadang kami mengobrol hanya membahas masalah-masalah ujian sekolah, ibu hamil, pemilu presiden, hal-hal umum semacam itu. Setelah satu bulan berlalu, saya mencoba memetakan masalah apa yang terjadi di oma-oma.
Y Latar belakang budaya atau kebiasaan dalam keluarga di mana oma-opa ini dibesarkan. Budaya yang sudah mengakar ini tentu sulit dirubah.
Y Tingkat pendidikan seseorang juga mempengaruhi pemilihan kata-kata untuk diucapkannya (baik atau buruk).
Y Mengalami krisis identitas atau memang mengalami masalah kejiwaan.
Namun seiring berjalannya waktu, saya menemukan ada hal-hal lain juga. Hal-hal tersebut adalah rasa kesepian (lama tidak dikunjungi sanak saudara), keinginan awal masuk panti bukan berasal dari dirinya sendiri (jadi masuk panti karena terpaksa).
Hal-hal tersebut membuat saya tersadar bahwa pengenalan pada Tuhan terus menerus sangat penting. Bila menapak tilas 20 tahun kehidupan saya, bisa saja saya berkata bahwa Tuhan itu tidak adil atau Tuhan tidak mendengarkan doa saya. Namun saya bersyukur karena saya dimampukan untuk terus berefleksi hingga saat ini saya mampu untuk berkata bahwa rencana Tuhan itu indah. Tuhan tidak pernah meninggalkan saya. Tuhan selalu mendengarkan doa-doa saya.
Di tempat ini, saya jadi sering berpikir tentang masa tua saya. Memang masih jauh, tetapi saya merasa perlu memikirkannya dari sekarang. Jika tidak, tentu saya tidak akan pernah bisa menerima ketuaan saya suatu saat nanti. Melakukan pelayanan untuk oma-opa di panti werda ini membuat saya belajar bagaimana saya harus menghargai umur tua saya, kesehatan yang memang akan menurun, terus berusaha menjadi berkat bagi orang lain (keluarga dan teman) melalui sikap hidup saya, tetap dapat mengucap syukur di masa tua saya, tidak memikirkan kepentingan diri sendiri lagi tapi semakin dekat dengan Tuhan.
Selain refleksi pribadi di atas, ada hal penting lain yang menjadi bekal saya jika dikaitkan dengan panggilan sebagai pelayan jemaat penuh waktu, yaitu berusaha menjadi pihak yang netral di antara “gank” yang ada di lingkungan pelayanan saya. Tetap bergaul dengan semua kelompok yang ada. Pada kenyataannya memang sulit, tapi saya akan terus berusaha. Bekal yang lain adalah menjadi pendengar yang baik. Dengan menjadi pendengar yang baik berarti saya mendahulukan kepentingan orang lain dari pada ego saya sendiri. Menurut saya, sebenarnya bekal ini pun berlaku di semua lingkungan di mana saya berada dan bergaul.
he..he.. jadi inget masa kecilku hidup di panti wredha.
BalasHapusAwal yg baik nih untk share di inet.
tabik,
esl