Theofilia Bremwell Verdina
01 07 2118
Paper Akhir Pendidikan Kristiani
Pengampu : Pdt. Tabita Kartika Christiani, Ph. D.
Rancangan Pertemuan Pembinaan dengan Pendekatan SCP (Shared Christian Praxis)
Tema : Saat Hidup Dirasa Hanyalah Sebuah Rutinitas
Peserta : Pemuda
Gerakan 1
- Seorang pemudi pernah merasakan hidupnya “hanya menjadi sebuah rutinitas” saat dia SMA. Sebenarnya sejak SMA, dia sudah sangat ingin belajar tentang teologi. Ia merasa tertekan karena harus mempelajari pelajaran yang lain juga. Ia menganggap toh pelajaran yang lain tidak diperlukan saat ia berkuliah di fakultas teologi. Ia sangat memfokuskan diri pada pelajaran agama kala itu karena menurut dia hanya pelajaran itulah yang berkaitan dengan teologi. Hingga akhirnya mencapai puncaknya, ia memutuskan mempelajari pelajaran yang lain itu hanya untuk mendapatkan ijazah kelulusan. Tentu saja keputusan ini membuatnya menjalani hidupnya seperti untuk formalitas atau hanya sebagai sebuah rutinitas yang harus dijalani saja.
- Seorang pemuda merasa bosan dengan hidupnya. Dia bosan bertemu teman-teman yang sama, bosan dengan semua tugas-tugas yang ada, bosan dengan kuliahnya.
- Seorang pemudi merasa bosan dengan rutinitasnya. Dia bosan dengan tugas-tugas kuliahnya, bosan dengan rutinitasnya sepulang kuliah yang hanya bisa di kamar saja (ingin jalan-jalan; uang saku tidak terlalu banyak karena orang tuanya bukanlah orang yang mampu sehingga tidak bisa memberikan uang saku yang lebih, ingin bermain dengan teman lain; sepertinya teman-teman punya kesibukan masing-masing sehingga tidak bisa diajak bermain).
- Seorang pemudi sampai mencari-cari apa sebenarnya makna hidupnya. Ia merasa hidupnya biasa saja. Tidak ada suatu kejadian yang mengejutkan dalam hidupnya. Semuanya dirasa berjalan sungguh biasa-biasa saja. Standar…
- Seorang pemuda merasa hidupnya hanyalah untuk mengejar nilai-nilai saja. Ia mendapat tekanan dari orang tuanya agar selalu mendapat IP yang tinggi. Itu dirasa sungguh berat baginya. Di setiap TAS, dia dihantui pikiran harus mengejar nilai tinggi. Di satu sisi, dia ingin membanggakan orang tuanya, namun di sisi lain dia merasa hidupnya terlalu dipaksakan mengejar nilai tinggi.
Jika tidak ada yang mau bercerita :
- Memberikan dorongan dengan mengatakan bahwa setiap manusia pasti pernah merasakan bosan. Kebosanan itu terkadang membuat kita merasa hidup hanya sebuah rutinitas, yaa..dijalanin aja deh….
- Menampilkan film pendek (yang berdurasi + 5 menit) yang menampilkan kesaksian orang-orang yang sedang dalam masa-masa krisis semangat hidup karena merasa hidupnya biasa-biasa saja. Tidak ada gregetnya.
Gerakan 2
Core issue : merasa bosan (terjebak) dengan rutinitasnya yang dirasa hanya itu-itu saja, padahal mengharapkan sesuatu yang lain.
- Karena menganggap hanya pendidikan agama saja yang berkaitan dengan teologi (yang sesuai dengan bidang minatnya), maka pemudi ini menganggap pelajaran yang lain tidak penting sehingga motivasinya belajar pelajaran yang lain hanyalah untuk mendapatkan ijazah/lulus SMA. Padahal sebenarnya dalam teologi, ilmu-ilmu atau pelajaran-pelajaran sekolah yang lain selain pendidikan agama juga dipelajari (walaupun ada yang secara tidak langsung sebenarnya menunjuk pada pelajaran tersebut), seperti kewarganegaraan, sejarah, ekonomi, geografi, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, bahkan matematika.
- Manusia pasti akan merasa bosan bila ditempatkan dalam satu ruangan yang sama terus-menerus. Mungkin hal ini juga yang dirasakan si pemuda tadi. Ia berada pada saat atau waktu di mana dia merasakan kebosanan itu. Ia harus tinggal satu atap dengan teman-teman yang pastinya hanya itu-itu saja, sehingga otomatis bertemu setiap hari bahkan ada bersama-sama selama 24 jam, makan bersama, kuliah dengan mata kuliah yang hampir semua sama sehingga di kelas pun bertemu dengan mereka-mereka juga, tugas-tugas kuliah yang dikerjakan pun dirasa banyak olehnya. Itulah sebabnya mengapa ia menjadi bosan dengan kuliahnya juga.
- Sepertinya kasus yang ketiga ini hampir sama dengan kasus yang kedua. Bedanya adalah si pemudi ini tidak merasa bosan dengan teman-temannya. Namun secara umum dapat dikatakan penyebab kebosanan itu sama. Si pemudi ini memang sedang dalam titik bosan pada kesehariannya. Bukan karena tekanan dari pihak tertentu atau tekanan dari keadaan tertentu. Dia hanya memang sedang ada dalam titik bosan akan kesehariannya saja.
- Ia merasa tidak ada sesuatu kejadian yang spektakuler dalam hidupnya. Ia merasa hidupnya biasa saja. Berjalan apa adanya. Tidak ada kesedihan yang mendalam maupun kegembiraan yang amat sangat.
- Ia merasa tertekan oleh perasaan dan orang tuanya. Di satu sisi ia ingin membuat orang tuanya bangga, namun di sisi lain ia merasa hidupnya atau ia belajar selama ini hanya utuk mengejar sebuah nilai yang tinggi untuk menghasilkan IP yang tinggi juga.
Gerakan 3
Matius 25 : 14-30
Kitab ini ditulis oleh Matius setelah tahun 70 SM. Pada saat itu Raja Titus dari kerajaan Romawi berkuasa. Ia menghancurkan Yerusalem sehingga orang Yahudi Kristen melarikan diri ke Pela. Dari Pela, mereka melarikan diri lagi ke Antiokhia. Di kota inilah injil Matius ditulis.
Penduduk Antiokhia terdiri dari orang Yunani Kristen yang tidak mengenal Taurat, orang Yahudi Kristen yang mengenal Taurat serta Yesus, lalu orang Yahudi Yahudi yang hanya mengenal Taurat. Injil Matius ini ditulis untuk menguatkan orang Yahudi Kristen dalam menghadapi perseteruan dengan Yahudi Yahudi (terutama orang-orang Farisi dan ahli Taurat) serta untuk melawan paham Yahudi.
Kita akan membahas salah satu perikop dari injil Matius, yaitu Matius 25 : 14-30. Perikop ini menceritakan tentang seseorang yang akan bepergian keluar negeri. Sebelum ia pergi, ia memanggil ketiga hambanya dan memberi mereka masing-masing sejumlah talenta menurut kesanggupannya. Hamba pertama diberi 5 talenta, hamba yang kedua diberi 2 talenta, sedangkan hamba yang ketiga diberi 1 talenta. Setelah itu pergilah ia.
Setelah tuannya pergi, hamba yang pertama segera pergi untuk menjalankan uangnya itu dan mendapat laba 5 talenta. Hamba yang kedua juga berbuat demikian dan berlaba 2 talenta. Namun hamba yang ketiga pergi menggali lubang dalam tanah lalu menyembunyikan uang tuannya.
Lama setelah itu, tuannya kembali. Ia kemudian mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Hamba yang pertama kemudian datang dan membawa serta laba 5 talenta yang didapatnya. Tuannya sangat senang dan memuji hamba yang pertama itu karena kebaikan dan kesetiaannya, sehingga kepada hamba yang pertama itu akan diberikan tanggung jawab yang lebih besar serta berhak turut serta dalam kebahagiaan tuannya. Hamba yang kedua pun datang dengan membawa serta laba 2 talenta yang didapatnya. Tuannya sangat senang dan memuji hamba yang kedua itu. Hamba yang kedua itupun akan diberikan tanggung jawab yang lebih besar dan juga berhak turut serta dalam kebahagiaan tuannya. Lalu datanglah hamba yang ketiga sambil berkata kepada tuannya, “ Tuan aku tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam yang menuai di tempat di mana tuan tidak menabur dan tidak memungut dari tempat di mana tuan tidak menanam. Karena itu aku takut dan pergi menyembunyikan talenta tuan di dalam tanah : ini, terimalah kepunyaan tuan! Tentu saja perkataan dari hamba yang ketiga tersebut membuat tuannya sangat murka. Tuannya pun tak kalah sengit menimpali perkataan hambanya dengan menyebut hambanya yang ketiga itu hamba yang jahat dan malas. Tuan itupun menyuruh mengambil 1 talenta yang diberikan pada hamba yang ketiga itu dan kemudian diserahkan pada hamba yang memiliki laba 5 talenta. Hamba yang ketiga itupun kemudian dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah terdapat ratap dan kertak gigi.
Gerakan 4
Seringkali dalam kita menjalani hidup sebagai manusia yang telah diciptakan Tuhan, kita merasa bosan. Dari hal yang kecil saja, misalnya kita tidak mungkin menggunakan baju yang sama selama satu minggu. Bukan hanya kita yang bosan namun orang lain pun yang melihat kita akan bosan (terlepas dari baju itu sudah kotor atau tidak). Bosan pasti selalu menjadi bagian dalam kehidupan manusia.
Bosan itu akan menjadi permasalahan yang sangat besar saat ia menjadikan kita krisis semangat hidup. Membuat kita merasa hidup tidak bisa dihayati lagi. Menjalani hidup seperti hanya sebuah rutinitas saja. Hanya untuk formalitas, manusia diciptakan Tuhan hidup di dunia ya dijalani saja karena masih diberi kesempatan hidup.
Seperti kisah dalam perikop yang kita bahas tadi, hamba yang ketiga ini merasa tahu bahwa tuannya itu menuai di tempat di mana tuannya tidak menabur dan tidak memungut dari tempat di mana tuannya tidak menanam. Artinya, tuannya ini bisa dibilang (menurut hamba yang ketiga) “hanya mau enaknya saja”. Hamba yang ketiga ini berpikir “untuk apa saya mengembangkan satu talenta ini jika nantinya hasilnya harus saya serahkan kepada tuan saya itu? Untuk formalitas, saya akan tetap menyerahkan saja kepadanya 1 talenta itu daripada nanti saya malah berhutang 1 talenta padanya.”
Hal ini sama saja jika kita berpikir “untuk apa aku hidup jika hidup yang aku jalani hanya begini-begini saja?” atau “untuk apa aku hidup jika ternyata aku hidup di bawah tekanan?”, “untuk apa sebenarnya aku hidup jika hidupku begini toh aku akan kembali kepadaNya..”. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini jika kita biarkan akan membuat kita semakin tidak dapat berpikir dengan jernih. Kita lupa bahwa Tuhan menciptakan kita bukan tanpa “bekal”. Kehidupan kita tidak mungkin biasa-biasa saja jika kita mau memikirkan hendak kita apakan bekal kita itu. Bekal yang di maksud di sini sama saja dengan talenta.
Hamba yang ketiga tadi membiarkan dirinya dibutakan dengan pikiran buruknya. Padahal 1 talenta sebenarnya adalah jumlah yang banyak. 1 talenta sama dengan 6000 dinar, 1 dinar merupakan upah pekerja harian dalam satu hari. Kalau pun mau dihitung upah pekerja harian satu bulan, uang yang didapat hamba yang ketiga itu dari tuannya tetap lebih banyak, yaitu 200 kali lebih banyak. Sangat disayangkan dengan uang sebanyak itu dia hanya menguburnya di dalam tanah. Betapa ia sangat tidak mengucap syukur.
Perikop ini ingin mengingatkan lagi kepada kita bahwa Tuhan menciptakan kita dengan talenta kita masing-masing. Hendaknya talenta itu kita kembangkan, bukan kita kubur. Talenta itu berguna saat kita menjalani hidup. Bila kita memaksimalkan potensi yang ada dalam diri kita, tidak mungkin hidup kita akan menjadi biasa-biasa saja atau kita menjadi merasa tertekan. Tuhan sudah menyiapkan “bekal” untuk kita menurut kemampuan kita masing-masing. Tuhan sudah menyiapkan daftar rencanaNya yang baik bagi hidup kita. Percaya Tuhan tidak pernah menciptakan kita untuk menjalani hidup yang hanya lah untuk sebuah rutinitas saja.
ΓΌ Gerakan 5
- Aksi personal
Menghilangkan pikiran-pikiran negatif yang menghambat pengembangan diri, membangkitkan kepercayaan dalam diri bahwa Tuhan sudah menyiapkan “bekal” bagi manusia ciptaanNya untuk menjalani hidup di dunia, percaya rencana Tuhan pasti untuk kebaikan kita, tidak pernah menganggap remeh segala hal yang terjadi dalam kehidupan kita, mengembangkan talenta yang dimiliki.
- Aksi interpersonal
Menguatkan dan mengingatkan teman yang sedang mengalami hal yang sama (merasa hidupnya hanya sebuah rutinitas saja), membantu temannya mengembangkan talenta yang dimiliki (misalnya, mengajari bermain piano), membantu teman lebih memahami pelajaran/mata kuliah yang belum terlalu dipahaminya.
- Aksi sosial
o Di yayasan anak jalanan, Shine, ada beberapa anak jalanan yang ternyata memiliki otak yang pandai, sehingga mengajari mereka membaca, menulis dan berhitung semakin mengasah kemampuan otak mereka. Akhirnya mereka dapat disekolahkan di sekolah biasa seperti anak-anak lain yang bukan anak jalanan.
lumayan dapet B+ wkwkwk...hasil akhir A-..bangganya..hihihi...narciz..
BalasHapuswkwkk.. punya dpt A- Judulnya Hikmat Allah dan Hikmat Manusia..
BalasHapustpi kayaknya jdulnya bukan Sharing Christian Faith deh, tpi Shared Christian Praxis.. :D
semangat! mari kita ramaikan dunia PK :D :D