Minggu, 29 November 2009

TUGAS PAPER AKHIR

HERMENEUTIK PERJANJIAN LAMA 1

 

Theofilia Bremwell Verdina

01072118

 

 

 

 

 

Abstrak

 

Kita tentunya tahu kisah tentang Ester. Kita mengenal kisah heroik Ester ini mulai saat kita memasuki sekolah minggu. Kakak-kakak guru menceritakan kepada kita bagaimana pergumulan Ester untuk menolong bangsanya, bangsa Yahudi. Hal inilah yang tertanam dalam pemikiran saya hingga akhirnya suatu saat pemikiran itu mengalami perubahan. Bukan berubah dalam artian saya tidak menghargai tokoh Ester ini. Berubah di sini berarti saya mampu melihat makna lain pada kisah Ester ini. Tidak hanya Ester saja yang saya “agung-agungkan” seperti dulu. Tokoh-tokoh yang lain pun berperan penting. Seberapa pentingkah peran tokoh-tokoh lain tersebut?

Paper saya berikut ini membahas peran penting Raja Ahasyweros, Haman, serta Mordekhai terutama bagi tujuan si penulis yang menuliskan kisah Ester ini.

 

 

1.     Pendahuluan

Sebenarnya saya sempat sangat bingung akan menafsir kitab/perikop mana dari sekian banyak kitab/perikop yang ada dalam Perjanjian Lama. Namun akhirnya saya memilih kitab Ester karena kitab ini adalah salah satu kitab yang digemari banyak orang (terutama perempuan) oleh sebab kisah heroik Ester dan justru karena banyak digemari itulah yang membuat saya tertarik dan akhirnya menjatuhkan pilihan saya untuk menafsir kitab ini. Saya menjadi penasaran menggali tentang Ester, apakah memang hanya Ester saja yang dapat dipandang baik? Apakah hanya Ester yang dapat dijadikan perenungan kita dalam menjalani hidup?

Kitab Ester adalah sebuah kitab yang ditulis pengarangnya dalam bentuk cerita. Ia menulis kitab ini dengan tujuan untuk menjelaskan hari raya Purim kepada bangsa Yahudi,  juga untuk mengilhami mereka pada kebanggaan akan leluhur mereka yang berada di negeri asing dan bagaimana leluhur mereka itu menghadapi musuh-musuh yang kejam.[1] Oleh karena kitab ini berbentuk cerita, maka saya menggunakan metode naratif.

Dalam setiap metode tafsir, pasti ada langkah-langkah untuk menafsir. Langkah pertama dalam menggunakan metode tafsir naratif adalah saya membaca keseluruhan kitab Ester, yaitu dari pasal 1 hingga pasalnya yang ke-10. Saya mencoba memahami dulu bagaimana sebenarnya kisah Ester ini, siapa saja tokoh-tokoh selain Ester, bagaimana karakter tokoh-tokoh itu, bagaimana alur ceritanya, apa saja sudut pandang yang ada di dalamnya. Setelah cukup memahami kitab Ester ini, saya memilih salah satu perikop untuk ditafsir. Dari perikop itulah saya mendapatkan tema (cat: untuk tugas menafsir ini, saya memilih perikop Ester 6 : 1-14).

2.     Isi

Y  Karakter tokoh* :

-          Raja                            :  jika menghadapi kasus, lebih banyak meminta pendapat orang lain, sehingga terkesan bukan raja yang tegas/tidak mandiri. 

-          Haman                                    :  jahat, sombong, licik, gila hormat.

-          Mordekhai                  :  setia pada Tuhan dan bangsanya, pemberani, rendah hati (bnd. Ester 6 : 11-12).

-          Zeresh                                    :  sebenarnya dia adalah istri Haman yang baik. Ia selalu menjadi tempat “curhat” suaminya. Dalam dua kali kemunculannya, Zeresh selalu mendukung suaminya, baik itu dalam bentuk masukan yang salah (Ester 5 : 14) maupun dalam bentuk peringatan yang baik (Ester 6 : 13).

*Hanya diambil tokoh-tokoh yang penting dalam perikop yang saya bahas, yaitu Ester 6 :1-14. Namun karakter tokoh-tokoh tersebut tetap merupakan rangkuman dari hasil membaca kitab Ester secara keseluruhan (karakter bukan dilihat hanya berdasar perikop yang saya bahas).

Y  Sudut pandang

Sudut pandang yang ada dalam perikop Ester 6 : 1-14 adalah dari narator, raja, Haman, Zeresh (serta orang arif bijaksana).

Parafrase Ester 6 : 1-14

            Diceritakan pada malam itu raja tidak dapat tidur. Ia pun menitahkan untuk membawa serta membacakan kitab pencatatan sejarah di hadapannya. Lalu didapatilah catatan tentang Mordekhai yang pernah memberitahukan persekongkolan Bigtan dan Teresh, dua orang sida-sida raja yang berikhtiar membunuh raja. Maka bertanyalah raja penghargaan apa yang sudah diberikan kepada Mordekhai, biduanda raja pun menjawab tidak ada. Di saat yang bersamaan dengan itu, Haman datang untuk memberitahukan kepada raja tentang maksudnya menyulakan Mordekhai pada tiang yang sudah didirikannya. Ia baru sampai di pelataran lalu menunggu di sana hingga raja menitahkannya untuk masuk. Raja pun akhirnya memperbolehkan ia masuk.

            Setelah Haman masuk, raja langsung bertanya meminta pendapatnya tentang perlakuan apa yang seharusnya dilakukan kepada orang yang raja berkenan menghormatinya. Betapa girang hati Haman karena dia mengira pasti dialah orang yang raja berkenan menghormati. Maka ia pun menjabarkan sebuah “daftar” perlakuan yang panjang yang memang sebenarnya dialah yang ingin diperlakukan seperti itu. Ia mengatakan, “Mengenai orang yang raja berkenan menghormatinya, hendaklah diambil pakaian kerajaan yang biasa dipakai oleh raja sendiri, dan lagi kuda yang biasa dikendarai oleh raja sendiri dan yang diberi mahkota kerajaan di kepalanya, dan hendaklah diserahkan pakaian dan kuda itu ke tangan seorang dari antara para pembesar raja, orang-orang bangsawan, lalu hendaklah pakaian itu dikenakan kepada orang yang raja berkenan menghormatinya, kemudian hendaklah ia diarak dengan mengendarai kuda itu melalui lapangan kota sedang orang berseru di depannya: Beginilah dilakukan kepada orang yang raja berkenan menghormatinya!” Selesai Haman menjabarkan “daftar” panjang itu, raja segera memberi perintah padanya untuk melakukan semua “daftar” perlakuan itu kepada Mordekhai. Raja pun memberikan peringatan “sepatah katapun jangan kau lalaikan dari pada segala yang kau katakan”.

            Tanpa mengucapkan sepatah kata pun Haman melakukan “daftar” perlakuan yang panjang yang telah dibuatnya sendiri kepada Mordekhai. Ia mengarak Mordekhai melalui lapangan kota dengan berseru “Beginilah dilakukan kepada orang yang raja berkenan menghormatinya”. Kemudian sesudah itu, Mordekhai kembali ke pintu gerbang istana raja sedangkan Haman dengan tergesa-gesa kembali ke rumahnya dengan sedih hati dan berselubung kepalanya. Sesampainya di rumah, ia menceritakan kepada Zeresh (istrinya) dan kepada sahabat-sahabatnya apa yang telah dialaminya. Maka orang arif bijaksana serta istrinya memperingatkan Haman, “Jikalau Mordekhai, yang di depannya engkau sudah mulai jatuh, adalah keturunan Yahudi, maka engkau tidak akan sanggup melawan dia, malahan engkau akan jatuh benar-benar di depannya”. Selagi mereka bercakap-cakap, datanglah sida-sida raja untuk mengantarkan Haman dengan segera ke perjamuan yang diadakan oleh Ester.

            Tafsir

            Sebelum kita memulai menggali tujuan dan makna dari perikop ini, ada satu catatan penting yang membantu kita lebih memahami kisah Ester ini, terutama tentunya perikop Ester 6 : 1-14. Saya menaruh perhatian pada penyebutan “keturunan Yahudi” pada ayat 13. Mengapa Zeresh harus menyebutkan kata-kata itu? Bukankah sudah jelas bahwa Mordekhai memang orang Yahudi/keturunan Yahudi. Hanya dengan menyebut namanya saja (baca: Mordekhai), kita sudah tahu bahwa ia seorang Yahudi karena sudah dijelaskan dengan terperinci pada pasal awal yaitu pasal 2 : 5.

Ternyata bila kita menengok ke belakang, tentu kita masih ingat akan kisah kekecewaan Tuhan kepada Saul karena Saul “membangkang” (I Samuel 15). Dalam kisah ini, ada satu adegan yang menceritakan bahwa raja Saul menangkap Agag yang adalah raja orang Amalek.   Haman bin Hamedata yang adalah orang Agag ini merupakan keturunan dari raja Amalek, sedangkan Mordekhai yang adalah orang Yahudi merupakan keturunan dari Kish bin Abiel bin Zeror bin Afiah yang juga merupakan ayah dari raja Saul (I Samuel 9 : 1).[2] Dari penjelasan di atas, semakin jelaslah bagi saya mengapa istilah “keturunan Yahudi” dan penyebutan “orang Agag” itu menjadi sesuatu yang sangat penting, terutama dalam perikop 6 : 1-14.

            Saat membaca perikop ini, terutama saat Haman harus melakukan apa yang tadinya dia kira akan terjadi padanya ternyata terjadi pada Mordekhai, saya sungguh tidak dapat membayangkan raut wajah Haman. Perasaannya pasti campur aduk kala itu ; sedih, kecewa, marah. Dia sudah yakin (bukan lagi berharap), dirinyalah yang akan dihormati raja tapi justru malah “musuhnya” yang mendapatkan kehormatan raja itu. Haman tentu merasa sangat dipermalukan (padahal raja tidak bermaksud begitu). Mungkin bila dibahasakan dengan bahasa sehari-hari Haman akan berkata,”Ih…tahu gitu, aku tidak akan memberikan “daftar” panjang itu. Cukup diberi uang berapa ratus perak aja sebagai penghargaan”.

            Saya membayangkan, tentu pembaca Yahudi yang membaca kisah ini akan sangat senang bahkan mungkin akan ada yang tertawa. Mereka senang mengetahui Haman merasa dipermalukan seperti itu hingga pulang ke rumah dengan hati sedih dan berselubung kepalanya. Mereka tentu merasa sedikit terpuaskan kejengkelannya mengingat pada pasal-pasal sebelumnya, yaitu mulai pasal 3, kelicikan Haman orang Agag tersebut membuat bangsa Yahudi menderita.

            Terlepas dari itu semua, tujuan penulis (yang saya pahami) saat membuat kisah pada perikop ini adalah si penulis ingin menunjukkan bahwa walaupun hanya seorang namun bila ia keturunan Yahudi, tidak akan dapat “dilawan” oleh musuh-musuhnya. Hal ini nampak juga pada pernyataan Zeresh, istri Haman, serta orang arif pada ayatnya yang ke-13. Hal itu dikarenakan Tuhan melindungi bangsa Yahudi yang setia kepadaNya melalui berbagai macam cara.

Perlu kita ingat bahwa saat itu dekrit yang berisi tentang pemusnahan seluruh orang Yahudi di wilayah kekuasaan raja Ahasyweros telah dikeluarkan serta disebarkan ke seluruh wilayah dan sedang menunggu waktu pelaksanaannya. Namun ternyata raja masih mau memberikan penghargaan kepada Mordekhai orang Yahudi itu,dan kalau kita cermati lagi penghargaan itu bukanlah penghargaan yang sembarangan. Bayangkan saja, Mordekhai diperkenankan menggunakan pakaian kerajaan yang biasa dipakai raja dan diperkenankan menunggangi kuda yang biasa dikendarai oleh raja. Tidak hanya itu saja. Mordekhai juga diarak melalui lapangan kota sambil diumumkan bahwa dia adalah orang yang kepadanya raja berkenan menghormati.

Ada juga hal lain yang perlu kita perhatikan. Haman saat itu datang ke istana raja untuk memberitahu raja bahwa ia telah membangun tiang untuk menyulakan Mordekhai. Tentu ini menurutnya adalah berita bahagia, karena begitu rencananya itu disetujui oleh raja maka ia tidak akan membuang-buang waktu lagi untuk menyulakan Mordekhai jika tiang itu telah selesai dibangun. Namun tak disangkanya, yang terjadi justru adalah kabar buruk baginya. Hingga pada akhirnya, Haman tidak sempat memberitahukan kepada raja tentang pembangunan tiang itu.

Dua paragraph di atas merupakan contoh konkrit mengapa saya dapat mengambil kesimpulan bahwa penulis ingin menjelaskan tentang keturunan Yahudi yang tidak akan dapat “dilawan” oleh musuh-mushnya karena perlindungan Tuhan melalui berbagai macam cara. Tentunya tidak hanya pembaca Yahudi saja yang dikuatkan melalui kisah ini. Kita dapat menerapkan juga dalam kehidupan kita sehari-hari saat ini. Namun tentunya bukan tentang keturunan Yahudi yang tidak akan dapat “dilawan” karena itu merupakan konteks untuk bangsa Yahudi. Kita dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari kita bahwa Tuhan melindungi orang yang setia kepadaNya melalui berbagai macam cara, bahkan mungkin cara yang tidak kita duga.

3.     Kesimpulan

Dalam perikop 6 : 1-14, pembaca Yahudi kembali dikuatkan bahwa mereka tidak akan dapat “dilawan” oleh musuh-musuhnya karena Tuhan selalu melindungi mereka yang setia melalui berbagai macam cara. Kita, pembaca masa kini di luar Yahudi, pun dapat dikuatkan lewat perikop ini. Kita diingatkan akan perlindungan Tuhan yang nyata melalui berbagai macam cara bagi kita yang setia kepadaNya.

 

 

Daftar Pustaka

Alter, Robert and Frank Kermode.1987.The Literary Guide To the

            Bible.Massachusets:Belknap Harvard.

Anderson.1957.Understanding the Old Testament.New Jersey:Prentice Hall,Inc.

 



[1] Alter, Robert and Frank Kermode.1987.The Literary Guide To the Bible.Massachusetts:Belknap Harvard

[2] Anderson.1957.Understanding the Old Testament.New Jersey:Prentice-Hall,Inc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar